tulisanbucin

Tak berapa lama sebuah mobil datang menjemput Aksa.

Aksa tersenyum sesaat ketika menyadari Kaina memperhatikannya dari dalam minimarket.

Sebelum mobil berjalan, Aksa sempat melambaikan tangannya pada Kaina.

Lambaian tersebut justru menimbulkan tanda tanya pada diri Kaina. Karena tidak biasannya Aksa melakukan hal seperti itu.

by : tulisanbucin

by : tulisanbucin

Kaina sudah kembali terlelap dalam tidurnya, setelah menemani Nathan menghabiskan kudapan malamnya.

“tidur di dalam kamar aja Nat aku gapapa, diluar hujan pasti dingin kalo tidur di sofa” ucapan Kaina di meja makan tadi masih terngiang dipikiran Nathan.

Kaina tau jika Nathan menyadari perubahan suasana hatinya dan berusaha memberi Kaina waktu untuk sendiri.

Namun Kaina tetaplah Kaina, ia tidak ingin suasana disekitarnya berubah. Ia harus terlihat baik-baik saja, itu yang selalu ada dipikirannya.

Nathan bersandar di samping ranjang Kaina. Malam ini ia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di apartemen Aksa tadi.

Padahal Kaina berpamitan pergi menemui Juan dan ayahnya, lalu kenapa berakhir di apartemen Aksa?

Lebam itu berasal dari cengkraman seseorang dan sudah diketahui siapa pelakunya.

“Aksa dan Juan bukan orang yang sama tapi mereka sama-sama dapat perlakuan spesial dari lo. Tapi disini gue sadar, cara pandang lo pas ngelihat mereka berbeda. Kenapa gue belum rela ya Na? Kalo pada akhirnya lo bisa nerima dia?”

by : tulisanbucin

Nathan terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Di dapur ia melihat sebuah totebag di atas pantry.

Di dalamnya ada obat oles pereda nyeri yang masih tersegel, sepertinya baru dibeli.

Tapi kapan Kaina membelinya? Batinnya.

Sambil meneguk habis air dingin dari dalam kulkas, Nathan mengingat kembali kejadian saat ia menjemput Kaina dari apartemen Aksa.

Kaina menggunakan tangan kirinya untuk membuka pintu apartemennya. Padahal sehari-hari Kaina selalu mengutamakan menggunakan tangan kanannya untuk beraktifitas.

Nathan lantas bergegas menuju kamar Kaina. Berjalan pelan, tidak ingin membangunkan Kaina yang tengah terlelap.

Tangan kanan Kaina terbalut selimut tebal.

Apa dia sedang berusaha menyembunyikannya? Batinnya lagi.

Tidak disangka saat Nathan hendak keluar dari kamar, Kaina terbangun.

“ada apa Nat?”

“gapapa, gue cuma laper jadi kebangun”

“aku masakin mie, mau?”

Nathan menganggukkan kepalanya. Dan Kaina segera bangun dari tidurnya.

Nathan akhirnya melihatnya sendiri.

Saat Kaina melewatinya, tangannya terulur keatas untuk mengikat rambutnya. Dengan kesusahan ia berusaha merapikan rambutnya.

Nathan yang melihat itu hanya bisa memperhatikan dalam diam.

by : tulisanbucin

Nathan menunggu Kaina didepan pintu apartemen Aksa.

Setelah mendapat balasan pesan dari Kaina ia tak berniat membunyikan bel dan hanya akan menunggu sampai Kaina membukanya sendiri.

Tak berapa lama pintu terbuka dan menampakkan Kaina dengan wajah sendunya.

Kaina mungkin bisa tersenyum saat melihat Nathan dihadapannya, tapi Nathan tau, Kaina menyembunyikan sesuatu.

Saat Nathan hendak meraih pundak Kaina, tangannya langsung ditepis walaupun dengan lembut tapi tetap saja itu sebuah penolakan. Nathan cukup terkejut melihat sikap Kaina yang berubah.

Sejak kapan Kaina menolak pelukannya?

“ayo kita pulang Nat” ajak Kaina setelah menutup pintu apartemen Aksa.

Nathan hanya diam dan mengikuti Kaina. Mengurungkan niatnya untuk bertanya, takut Kaina merasa tidak nyaman. Mungkin nanti ia akan menanyakannya.

Tak jauh dari situ ada Arjun yang tidak sengaja melihat pemandangan itu semua.

“Aksa, sepertinya aku memang harus memukul kepalamu sebentar” gumanya pelan dan mulai berjalan ke apartemen Aksa, tujuan utamanya.

Bertemu ayah Juan

by : tulisanbucin

Kaina menghampiri Juan dan ayahnya bersama Aksa di sampingnya.

“duduk sini” perintah ayah Juan pada Aksa.

Aksa duduk dengan tenang sembari membalas senyuman yang diberikan oleh ayah Juan padanya.

Ayah Juan menepuk bahu Aksa sebentar dan kembali melanjutkan makannya.

“namamu siapa?”

“Aksara”

“Aksara? Nama yang bagus dan seperti tidak asing, aku pernah denger dimana ya?”

“ayahkan udah pikun, udah gausah diinget inget lagi”

“ayah belum setua itu ya!” rajuk ayah Juan.

Aksa seakan tidak peduli dengan pertikaian ayah dan anak tersebut. Ia hanya fokus mengedarkan pandangnya pada gerak-gerik Kaina yang ada dihadapannya. Bisa ia lihat, Kaina tampak khawatir.

“sudah makan?” tanya ayah Juan kembali fokus pada kehadiran Aksa.

“belum”

“dasar anak muda suka sekali menunda makan”

Setelah mengucapkan itu ayah Juan segera memanggil pelayan dan meminta Kaina untuk memesankan makanan yang Aksa inginkan.

Awalnya Aksa menolak tapi Kaina tetap memilihkan.

Selama makan bersama tidak ada pertanyaan yang menyingung masalah keluarga. Padahal tadi ayah Juan sempat berkata bahwa tidak merasa asing saat mendengar nama Aksa.

Aksa sebenarnya merasa lega, tapi di satu sisi ada banyak pertanyaan di benaknya.

Kenapa ayah Juan tidak menanyakan kedua orangtuanya? Bukankah hal itu wajar ditanyakan?

Sebenarnya ada yang mengganjal disini, tapi Aksa tidak ingin mengambil pusing.

“setelah ini tolong antar anak saya pulang ya nak Aksa” ucap ayah Juan sebelum pamit pulang duluan karena ada urusan kantor.

“gamau yah, Juan mau naik taxi. Sepedanya dinaikkin taxi aja sekalian” balas Juan cepat.

“siapa yang nyuruh Aksa nganterin kamu? Ayah nyuruhnya buat nganterin anak cantik ayah kok” balas ayah Juan sembari menahan tawanya.

Sejak kehadiran Aksa, Juan memang jadi lebih pendiam. Melihat Aksa dan ayahnya yang sedang membahas pekerjan. Tidak ada niat baginya untuk ikut dalam pembicaraan tersebut.

Bahkan ia juga ikut sebal dengan keputusan Kaina yang lebih menuruti permintaan ayahnya untuk mengajak Aksa bergabung. Padahal dia hanya ingin makan bertiga dengan ayah dan Kaina.

Ayah Juan nampak senang saat menceritakan pekerjaannya pada Aksa, karena Aksa cepat memahami dan aktif menanggapi juga.

Ayah Juan hanya tidak tau saja bahwa yang diajaknya berbincang ini sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengurusi perusahaannya sendiri.

“yaudah ayah pamit ya, kalian ga usah buru-buru, diselesaikan dulu makannya”

“terimakasih om” balas Aksa.

“kapan-kapan main ke rumah om ya nak Aksa, nanti kita lanjut pembicaraan kita tadi”

“baik om, jika ada waktu saya akan mampir bersama Kaina” balas Aksa sopan.

Setelah ayah Juan berpamitan suasana menjadi sunyi dan lebih dingin lagi saat Juan dan Aksa saling bertukar tatap. Bahkan Kaina pun sudah tidak menyentuh makanannya lagi.

“gue mau balik duluan” ucap Juan yang sudah berdiri dari kursinya.

Aksa masih tenang menghabiskan makanan yang tadi dipesankan Kaina.

“ayo aku juga mau pulang sekalian, bareng aja turun ke bawahnya” balas Kaina menurutnya untuk saat ini lebih baik mereka segera pulang ke rumah masing-masing.

Mendengar itu lantas membuat Aksa menghentikan makannya.

“Aksa udah selesai kan?” tanya Kaina yang hanya dibalas anggukan oleh Aksa.

Mereka turun bertiga, dengan Kaina yang berada di tengah.

Kaina dan Aksa ikut menunggu kedatangan taxi yang dipesan oleh Juan.

“hati-hati kabarin kalo udah sampe apartemen” ucap Juan sebelum masuk ke dalam taxinya.

“harusnya aku yang bilang begitu, tempat tinggal aku kan deket sini”

“gapapa, yaudah gue..”

Perkataan Juan dihentikan oleh Aksa yang tengah menepis tangan Juan yang berusaha mengusap rambut Kaina.

“santai aja bro, takut banget ya dia gue ambil?” balas Juan dengan tawa yang meremehkan.

Setelah mengucapkan itu Juan segera masuk kedalam taxinya dan tak lupa memberikan senyum manisnya pada Kaina.

“Aksa kamu kenapa? Jangan begini” Kaina berusaha memohon karena semenjak Aksa menepis tangan Juan tadi, ia terus menggenggam tangan Kaina. Bukan hanya genggaman biasa tapi lebih mirip cengkeraman yang cukup membuat perih.

Aksa hanya diam tak membalas dan malah menarik tangan Kaina membawanya pulang ke apartemen.

by : tulisanbucin

Kaina tidak menemukan Nathan di dalam apartemennya. Sebenarnya dimana anak itu berada? Bukankah tadi ia menyuruhnya untuk segera pulang, tapi saat Kaina sudah sampai ia malah menghilang.

“bisa-bisanya aku lupa isi kulkas” lirih Kaina setelah berhasil menghubungi Nathan.

Sambil menunggu kedatangan Nathan, Kaina membereskan beberapa barang Nathan yang berserakan diruang tengah.

Tak berapa lama pintu apartemen terbuka dan menampakan Nathan yang tengah membawa belanjaannya. Cukup banyak dan terlihat kesusahan membawanya. Namun saat Kaina hendak membantunya, Nathan justru menepisnya.

“duduk aja, gue taruh di belakang dulu belanjaannya”

“iya” Kaina hanya menurut dan kembali duduk diruang tengah.

Nathan datang sembari membawa 2 cup minuman, americano untuknya dan matcha frappe untuk Kaina.

Diruang tengah hanya ada suara tv sebagai penghias suasana. Kaina yang fokus dengan makanannya dan Nathan yang hanya sibuk memperhatikan gerak-gerik Kaina di hadapannya.

Namun saat Kaina mulai memperhatikan tayangan yang ditampilkan di tv, Nathan justru mematikan tv-nya.

“kok dimatiin?”

“lagi ga pengen nonton”

Kaina tak membantah dan mulai menghabiskan matcha frappenya. Bahkan ia juga tidak berusaha meraih remote tv yang ada dihadapan Nathan.

Nathan merasa Kaina sedari tadi hanya mendiamkannya.

“Na..”

“iya?”

“kenapa harus Aksa?”

“maksudnya?”

“beneran udah yakin? Gue mau ingetin sekali lagi, kalo dia itu penguntit lo selama ini”

Kaina mulai paham dengan arah pembicaraan Nathan.

“aku tau Nat, pasti sulit buat kamu menerima kehadiran Aksa saat ini, karena Aksa sudah memberikan kesan pertemuan yang buruk denganmu”

“gue masih ga rela kalo Aksa bakal jadi sandaran hidup lo”

“sandaran hidup apa sih Nat? Kamu ngomongnya terlalu jauh banget”

“lo selalu denial sama perasaan diri lo sendiri. Terus dan selalu begini. EMANG LO KAYAK BEGINI, NA!”

“Nat..” balas Kaina lirih.

“gausah ngomong aja deh Na, diem kayak tadi aja. Pasti lo bakal nyangkal terus”

“dari dulu kamu juga selalu seperti ini..”

Kaina yang tak mau melanjutkan makannya kembali, mulai membereskan sisa makanan mereka berdua. Lebih tepatnya sisa makanan Kaina, karena Nathan tidak menyentuh makanannya sama sekali.

by : tulisanbucin

Kaina tidak menemukan Nathan di dalam apartemennya. Sebenernya dimana anak itu berada? Bukankah tadi ia menyuruhnya untuk segera pulang, tapi saat Kaina sudah sampai ia malah menghilang.

“bisa-bisanya aku lupa isi kulkas” lirih Kaina setelah menghubungi Nathan.

Sambil menunggu kedatangan Nathan, Kaina membereskan beberapa barang Nathan yang berserakan diruang tengah.

Tak berapa lama pintu apartemen terbuka dan menampakan Nathan yang tengah membawa belanjaannya. Cukup banyak dan terlihat kesusahan membawanya. Namun saat Kaina hendak membantunya, Nathan justru menepisnya.

“duduk aja, gue taruh di belakang dulu belanjaannya”

“iya” Kaina hanya menurut dan kembali duduk diruang tengah.

Nathan datang sembari membawa 2 cup minuman, americano untuknya dan matcha frappe untuk Kaina.

Diruang tengah hanya ada suara tv sebagai penghias suasana. Kaina yabg fokus dengan makanannya dan Nathan yang hanya sibuk memperhatikan gerak-gerik Kaina di hadapannya.

Namun saat Kaina mulai memperhatikan tayangan yang ditampilkan di tv, Nathan justru mematikan tv-nya.

“kok dimatiin?”

“lagi ga pengen nonton”

Kaina tak membantah dan mulai menghabiskan matcha frappenya. Bahkan ia juga tidak berusaha meraih remote tv yang ada dihadapan Nathan.

Nathan merasa Kaina sedari tadi hanya mendiamkannya.

“Na..”

“iya?”

“kenapa Aksa?”

“maksudnya?”

*beneran udah yakin? Gue mau ingetin, kalo dia itu penguntit lo selama ini”

Kaina mulai paham dengan arah pembicaraan Nathan.

“aku tau Nat, pasti sulit buat kamu menerima kehadiran Aksa saat ini, karena Aksa sudah memberikan kesan pertemuan yang buruk denganmu”

“gue masih ga rela kalo Aksa bakal jadi sandaran hidup lo”

“sandaran hidup apa sih Nat? Kamu ngomongnya terlalu jauh banget”

“lo selalu denial sama perasaan diri lo sendiri. Terus dan selalu begini. EMANG LO KAYAK BEGINI, NA!”

“Nat..” balas Kaina lirih.

“gausah ngomong aja deh Na, diem kayak tadi aja. Pasti lo bakal nyangkal terus”

“dari dulu kamu memang seperti ini..”

Kaina yang tak mau melanjutkan makannya kembali, mulai membereskan sisa makanan mereka berdua. Lebih tepatnya sisa makanan Kaina, karena Nathan tidak menyentuh makanannya sama sekali.

by : tulisanbucin

Kaina masih menyusuri pinggir pantai untuk mencari keberadaan Aksa. Dengan hanya berbekal flash dari ponselnya sebagai penerangan.

Read more...

by : tulisanbucin

tw // kiss

Kaina hanya duduk di depan tenda sembari memperhatikan Aksa yang tengah menambahkan kayu untuk api unggun.

Read more...

by : tulisanbucin

tw // kiss

Kaina hanya duduk di depan tenda sembari memperhatikan Aksa yang tengah menambahkan kayu untuk api unggun.

Read more...