tulisanbucin

by : tulisanbucin

tw // kiss

Kaina hanya duduk di depan tenda sembari memperhatikan Aksa yang tengah menambahkan kayu untuk api unggun.

Read more...

by : tulisanbucin

tw // kiss

Kaina hanya duduk di depan tenda sembari memperhatikan Aksa yang tengah menambahkan kayu untuk api unggun. <—more—!>

“apa kamu lapar?” tanya Aksa yang masih sibuk dengan kegiatannya.

“ada camilan disebelahmu” tambahnya.

Kaina berusaha mencari camilan tersebut, yang ternyata berada di dalam tas ransel milik Aksa.

Kaina pun mencoba mencari camilan yang ingin ia makan. Saat sedang mencari, ia menemukan sekotak pembalut di dalamnya.

“kenapa dia bawa ini sih terus kenapa juga di masukin ke tempat makanan?”

Aksa hanya memperhatikan dari tempatnya.

“aku tidak menggunakannya. Itu untukmu, hanya untuk persiapan saja”

Kaina yang melihat Aksa sedari tadi memperhatikannya langsung memasukkan kembali pembalut tersebut.

“apaan sih kan malu” gumam Kaina yang masih didengar oleh Aksa.

Selesai dengan api unggun, Aksa menghampiri Kaina dan duduk disebelahnya.

“tolong suapi aku”

“makan sendiri”

“tanganku kotor” ucapnya sembari menunjukkan tangannya yang penuh debu.

Kaina yang awalnya menolak jadi tetap menyuapinya.

“enak” balas Aksa setelah menerima suapan biskuit keju dari Kaina.

“kau yang membeli ini”

“aku hanya membeli camilan apa saja yang ada dikulkasmu sebelumnya”

“pantas saja semua camilan ini tidak terasa asing bagiku”

Semakin malam mereka semakin larut dalam pikiran masing-masing. Hanya mulut mereka saja yang masih aktif mengunyah.

“apa kau senang?”

“hmm?” Aksa sedikit bingung dengan pertanyaan Kaina.

“aku tanya apa kau senang bisa melakukan semua ini denganku?”

“tentu”

Pandangan ka6ina sedari tadi hanya ia fokuskan pada api unggun. Ia bahkan tidak menyadari jika Aksa sedari tadi menatapnya dari samping.

“sudah habis, mau makan apa lagi?” tawar Kaina yang hendak mengambil minuman di dalam tas ransel tadi.

“bir” balas Aksa.

Kaina refleks menengok ke arah Aksa yang tengah memberikan senyuman jailnya dan langsung dibalas oleh Kaina dengan tatapan tajamnya.

“gaada”

Lalu Kaina mengambil 2 botol air mineral dan menyerahkan salah satunya untuk Aksa.

“minum ini aja”

Aksa menerimanya dengan senang hati. Tadi ia mengatakan itu hanya untuk melihat ekspresi yang akan Kaina berikan padanya.

“kenapa tidak melanjutkan perkataanmu yang tadi?”

Aksa mulai membahas hal itu kembali.

“yang mana?” Kaina pura-pura tidak mengetahuinya.

“mengenai kepribadianku, darimana kamu tau?”

“aku menyadarinya sendiri selebihnya Arjun yang bercerita”

“kamu pasti akan menyadarinya”

“Aksa, hampir setiap hari kita bertemu. Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? Apa kau sendiri juga tidak pernah sadar?”

Aksa hanya diam sembari menatap Kaina dalam.

“kau juga menyadarinya bukan? Dan kalian saling membenci”

“karena kita tidak pernah punya tujuan yang sama. Bahkan kita tidak pernah mengalah untuk mendapatkan perhatian darimu”

“bahkan sekarang aku juga tau sedang berbicara dengan siapa”

“Aksa, aku Aksa”

“kalian sama-sama merebutkan nama Aksa”

“karena itu memang namaku”

Kaina meletakkan botol minumnya dan mencoba membaca tatapan dari mata Aksa.

“tatapan mata kalian memang berbeda”

“kamu tidak takut?”

“takut apa?”

“padaku”

“awalnya iya”

“sekarang?”

“biasa aja” ada helaan nafas pelan yang Aksa berikan dan hal itu membuat Kaina tersenyum.

“tapi kadang takut juga”

“aku tidak akan melukaimu”

“sampai detik ini kau memang tidak pernah melukai ku”

Aksa mulai mendekatkan tubuhnya pada Kaina ingin rasanya menatap gadisnya dari dekat.

“geser sana masih ada tempat kosong kenapa mepet kesini sih?”

“bisakah kamu membersihkan abu yang ada di mukaku?”

Awalnya Kaina tidak ingin memberitahu Aksa perihal mukanya yang penuh dengan coreng abu saat meniup api tadi. Menurut Kaina itu terlihat lucu. Namun ternyata Aksa menyadarinya.

Kaina mendekat dam mengusap wajah Aksa dengan tisu basah.

“boleh?”

“boleh apa?”

“boleh tidak?”

“apa?”

Aksa menunjuk bibirnya.

“oh, boleh”

Kaina pikir Aksa minta diusap di bagian bibirnya. Namun hal tak terduga justru terjadi.

Aksa memajukan bibirnya dan mengecup pelan bibir Kaina.

“AKSA!!”

Kaina refleks melemparkan tisu basah ke muka Aksa.

“perih mata aku” balas Aksa tak berdosa sembari mengusap pelan matanya.

“kenapa lakukan itu?”

Kaina terlihat sangat terkejut dengan kecupan yang Aksa berikan secara mendadak.

“tadi kamu sendiri yang bilang boleh, kenapa sekarang aku di tampar tisu?”

Kaina masih tidak menyangka jika yang di maksud bibir oleh Aksa adalah menciumnya. Dan Kaina malah dengan senang hati mengatakan “boleh”.

by : tulisanbucin

Kaina sampai di apartemennya dan langsung masuk ke kamarnya. Disana sudah ada Aksa yang tengah bergelung dengan selimut di tubuhnya.

Read more...

by : tulisanbucin

Pintu lift terbuka dan menampilkan Aksa yang tengah berdiri di depan lift tengah menanti kepualangan Kaina.

Read more...

by : tulisanbucin

2 hari berlalu sejak terakhir kali Kaina membalas pesan dari Aksa. Kaina terlihat serius dengan ucapannya untuk tidak berinteraksi dengan Aksa. Tidak hanya pesan yang tak terbalas, Kaina bahkan tak menganggap keberadaan Aksa disisinya.

Read more...

by : tulisanbucin

2 hari berlalu sejak terakhir kali Kaina membalas pesan dari Aksa. Kaina terlihat serius dengan ucapannya untuk tidak berinteraksi dengan Aksa. Tidak hanya pesan yang tak terbalas, Kaina bahkan tak menganggap keberadaan Aksa disisinya.

Read more...

by : tulisanbucin

2 hari berlalu sejak terakhir kali Kaina membalas pesan dari Aksa. Kaina terlihat serius dengan ucapannya untuk tidak berinteraksi dengan Aksa. Tidak hanya pesan yang tak terbalas, Kaina bahkan tak menganggap keberadaan Aksa disisinya.

Read more...

by : tulisanbucin

tw // drunk

Kaina keluar dari kamar setelah mempersiapkan keperluan sekolahnya besok. Saat pergi ke lantai bawah ia tidak menemukan keberadaan Aksa.

Read more...

by : tulisanbucin

Kaina's POV

Selama ini aku hidup dari uang yang aku dapatkan dari hasil bekerja. Namun semenjak ulah Aksa dulu, aku tidak bekerja lagi. Aku hanya mengandalkan uang tabunganku selama ini. Namun lama-kelamaan tabunganku sudah mulai menipis, banyak pengeluaran yang aku gunakan namun aku tidak memiliki pemasukan sendiri.

Meskipun Aksa selalu mengirimkan uang ke rekeningku, aku tetap tidak menggunakannya sepeserpun. Aksa pernah bilang bahwa ia akan memenuhi semua kebutuhanku. Namun aku tetap tidak bisa menggunakannya.

Seminggu yang lalu aku mencoba melamar pekerjaan di minimarket yang ada didekat sekolahku. Aku mendapat rekomendasi tempat itu dari ketua kelasku. Kebetulan dia juga bekerja disana. Dan tak ku sangka aku diterima menjadi penjaga kasir di minimarket tersebut.

Aksa sangat melarangku untuk bekerja namun aku harus kembali bekerja untuk memenuhi kebutuhanku. Aku masih bisa menghidupi diriku sendiri. Aku tidak bisa jika harus bergantung dengan orang lain.

Hari ini hari pertamaku bekerja jadi aku tidak bisa meninggalkannya. Untung saja Arjun tidak mempermasalahkan jika aku mengulur waktu untuk pergi menemui Aksa.

Siang ini tidak terlalu ramai, hanya ada anak dari sekolahku yang berbelanja.

Saat aku sedang menata rak dibelakang kasir seorang pelanggan datang dengan pakaian yang serba tertutup.

Ia membeli sekotak rokok dan cola dingin.

“totalnya 37.500, mau pembayaran tunai atau debit?”

Seseorang itu mengeluarkan kartu debitnya dan aku segera meraihnya. Namun ia tidak langsung memberikan kartu tersebut dan malah menarik kartunya kembali dan itu membuat tanganku ikut tertarik mendekat kearahnya.

“apa yang kamu lakukan disini?” ucapnya.

Suara itu jelas aku mengenalnya.

“apa yang kau lakukan disini?”

“aku yang bertanya terlebih dahulu” balasnya sembari melepaskan maskernya.

“aku sedang bekerja, apa kau tidak bisa melihat?”

Kaina segera menghitung total belanjaan Aksa dan memberikan kembali kartu debit serta belanjaan Aksa.

“jika sudah pergilah”

“apa kamu mengusirku?”

“kau sudah selesai berbelanja kan, silahkan keluar”

Tak ku sangka Aksa menuruti perkataanku dan keluar dari minimarket. Namun ia malah duduk di kursi yang ada di teras minimarket. Kursi itu memang dikhususkan untuk pelanggan yang ingin menikmati makanan di depan minimarket.

Aksa mulai mengepulkan asap dari rokok yang dihisapnya. Aku tidak pernah melihat Aksa merokok sebelumnya.

1, 2, 3 batang rokok sudah habis di hisap oleh Aksa, namun ia tak kunjung pergi dari sini.

Aksa masih dengan mata elangnya memperhatikan semua kegiatan yang aku lakukan.

by : tulisanbucin

Kedatangan Nathan dan Kaina ke apartemen Aksa disambut hangat oleh pemiliknya.

“ada keperluan apa bertamu selarut ini?” tanya Aksa setelah mempersilahkan tamunya untuk duduk.

Kaina ingin membuka mulutnya namun sudah di dahului oleh Nathan.

“aku pikir kau orang berpendidikan yang tau apa itu sopan santun, tapi nyatanya tidak. Apakah sopan masuk ke apartemen orang lain tanpa permisi?”

“lalu bagaimana dengan kalian sendiri? Ini sudah tengah malam, bukankah kurang sopan untuk bertamu?” balas Aksa.

“seharusnya kita bisa bertemu 6 jam yang lalu disini, tapi kau tidak ada” balas Nathan.

“maaf saya sedang sibuk di kantor”

“sibuk di kantor? Tapi bisa terus mengawasi adikku?”

“Nathan..”

“lo diem dulu” balas Nathan sembari menggenggam tangan Kaina yang sempat meraih tangannya.

“gausah basi basi deh intinya lo gausah deketin adik gue lagi, apalagi ngikutin adek gue, lo itu pengecut yang bisanya cuma ngancem korbannya biar tunduk sama lo” sarkas Nathan sembari melemparkan beberapa kamera cctv yang berhasil ia lepas dari apartemen Kaina.

“dasar psikopat gila” umpat Nathan meluapkan emosinya.

Aksa hanya membalasnya dengan seringaian.

Setelah mengucapkan itu Nathan mengajak Kaina untuk pergi dari sana.

Namun saat Kaina akan beranjak mengikuti Nathan, ia melihat gerak gerik mencurigakan dari Aksa.

Benar saja, sebuah pistol dikeluarkan secara diam-diam oleh Aksa. Kaina yang tau pistol itu akan di arahkan kepada Nathan langsung berusaha mencegahnya.

“ayo..Na? Lo ngapain?!” ucap Nathan yang terkejut melihat Kaina malah memeluk Aksa di hadapannya.

“Aksa, jangan” bisik Kaina sembari berusaha meraih pistol yang ada digenggaman Aksa.

“Na..” panggil Nathan kembali karena posisi Kaina yang memeluk Aksa membelakangi Nathan.

Kemudian Kaina melepaskan pelukannya pada Aksa dan menatap Nathan yang berada dibelakangnya.

“Nathan maaf”

“maaf? Apa maksud lo”

Kaina justru menggenggam tangan Aksa dan tubuh Aksa ia sembunyikan dibelakang tubuhnya.

“aku gabisa ikut kamu”

“lo diancam apa lagi sama orang brengsek ini Na?”

“nggak Nat, ini keputusanku”

“Na.. gue berusaha buat bebasin lo dari orang brengsek ini dan lo malah pertahanin dia?”

“maaf..”

“Na, ada yang ga beres sama pikiran lo”

“nggak Nat, harusnya aku bicarain hal ini dari dulu”

“Na gue di sini buat ngelindungin lo dan lo malah milih dia?”

“maaf..”

“gue ga butuh kata maaf. Gue kecewa sama lo” final Nathan dan pergi meninggalkan Kaina dan Aksa.

Sepeninggal Nathan, Kaina yang kakinya merasa lemas jatuh begitu saja sembari memegangi pistol yang tadi dibawa oleh Aksa. Ternyata pistol terebut tidak memiliki peluru di dalamnya.

Aksa, sudah menipunya.

“terimakasih, sudah mengusirnya” ucap Aksa yang ikut bersimpuh dihadapan Kaina sembari membelai rambut Kaina.

“bagus, kamu memang harus memutuskan hubungan dengannya” lanjut Aksa.

“tapi dia keluargaku”

“shttt” Aksa menempelkan jari telunjuknya di bibir Kaina memintanya untuk tidak melanjutkan perkataannya.

“dia hanya akan menjadi penghalang” ucap Aksa dingin.


Nathan sempat beberapa kali melamun saat merapikan barangnya yang ada di apartemen Kaina.

“tatapan lo bukan kayak lagi minta pertolongan Na”

“tatapan itu bukan kayak lo yang biasanya”

“kenapa ga bilang ke gue”

Nathan merasa ada yang janggal dengan tatapan yang Kaina berikan tadi. Kaina seakan bicara melalui tatapannya, bahwa ia ingin berada di dekat Aksa.

“apa lo udah mulai naruh perhatian ke dia?”