tulisanbucin

by : tulisanbucin

Aksa menghampiri Kaina yang tengah duduk dipinggir sungai.

“ayo” ucap Aksa yang tanpa persetujuan Kaina sudah menggandeng tangannya.

Selama di perjalanan tidak ada satupun yang membuka suara. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam dengan Arjun sebagai sopirnya.

Pandangan Kaina tak lepas dari sebuah dermaga yang ada di hadapannya. Tampak sepi bahkan hanya ada beberapa yacht yang berbaris dipinggir dermaga.

“ayo turun” ucap Aksa yang sudah berdiri dihadapan Kaina, padahal gadis itu masih fokus memandangi pantai dan dermaga yang ada dihadapannya.

“kita mau kemana?”

“lihat sunset”

“kenapa Arjun berjalan diatas dermaga?”

“kita tidak melihatnya disini, tapi disana” ucap Aksa sembari menunjuk arah laut.

“kenapa nggak disini aja? Kenapa harus naik kapal?”

“aku ingin memperlihatkan sesuatu yang tidak akan pernah kamu lupakan nanti”

“aku disini aja”

“apa aku sedang memberi pilihan?” tarikan tangan Aksa pada Kaina terlihat lembut namun bisa membuat Kaina langsung keluar dari mobil.

Kaina sempat ragu, ia tidak pernah tahu apa yang ada dipikiran Aksa. Bahkan laki-laki itu berencana membawanya menaiki yacht mewah yang bahkan tidak ada penghuninya sama sekali. Hanya Arjun yang bertugas melajukan yacht pribadi milik Aksa.

Aksa menuntun Kaina untuk duduk di atas yacht sembari menikmati suasana sore yang berangin.

Meskipun demikian Kaina tetap takjub dengan apa yang ada dihadapannya saat ini. Pergi melihat sunset dengan mengendarai yacht semewah ini, benar-benar tidak pernah Kaina bayangkan sebelumnya.

Berbeda dengan Aksa, laki-laki itu justru hanya fokus menatap Kaina yang ada di sebelahnya. Aksa bahkan banyak menyunggingkan senyuman di bibirnya.

Kaina terlihat polos di matanya, apalagi ketika gadis kesayangannya itu tengah melihat ombak dan burung yang bertebaran. Bibirnya banyak menyunggingkan senyuman, yang tanpa sadar telah menularkannya pada diri Aksa.

Aksa tau ini merupakan pengalaman pertama bagi Kaina merasakan hal seperti ini.

“jangan lihatin aku, lihat mataharinya udah mau terbenam”

“kenapa aku harus melihat objek lain jika ada kamu disampingku? Tidak ada yang lebih indah daripada kehadiranmu disisiku”

“kau senang?”

“tentu”

“kenapa kau melakukan ini semua untukku?”

“karena aku ingin”

“apa kapal ini milikmu?”

“bukan”

“apa kau menyewanya?”

“tidak”

“tidak mungkin kau mencurinya kan?”

“tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu”

Jawaban Aksa justru membuat Kaina merasa jengkel.

Tanpa sadar Aksa justru tertawa ketika melihat gadisnya merasa jengkel. Dan hal itu justru membuat Kaina memalingkan wajahnya karena terlalu jengkel menghadapi Aksa.

“kenapa ketawa sih gaada yang lucu”

“ini milikmu”

“apa yang miliku?” balas Kaina yang masih merasa jengkel.

“yacht ini, milikmu Kaina”

“jangan melantur Aksa, aku tidak pernah membelinya lagian aku mendapatkan uang sebanyak ini darimana?”

“aku yang membelinya, atas namamu”

Kaina tercengang mendengar penuturan Aksa. Ia tau Aksa tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

“tidak masuk akal”

“kamu lucu sekali jika terkejut seperti itu”

“aneh, bisa-bisanya beli kapal pake nama orang lain”

“kamu bukan orang lain bagiku”

Kaina tidak mau melanjutkan percakapannya dengan Aksa dan memilih berjalan menjauh dan berdiri dipinggir pembatas.

Aksa masih ditempatnya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya.

Di tempat lain Arjun hanya bisa tersenyum melihat interaksi kedua insan tersebut.


Di tengah kegiatannya menikmati suasana sore Kaina dikagetkan oleh kedatangan Aksa yang tiba-tiba menarik tangannya dan hendak memasangkan sesuatu pada jarinya.

Sebuah cincin dengan hiasan diamond yang terlihat mewah.

“mau ngapain?”

“memakaikanmu cincin”

“untuk apa?”

“lamaran?”

Kaina sontak menarik tangannya yang hendak dipakaikan cincin oleh Aksa.

“dimana-mana ditanya dulu, mau nggak kalo mau baru dipakaikan cincin. Jangan bilang gatau?”

“aku belum pernah melamar seseorang, ini baru pertama kali”

“kau pikir aku juga sudah pernah di lamar? Bukan kayak gini seharusnya”

“tapi kamu yang akan menjadi istriku nanti dan cincin ini hanya kamu yang bisa menggunakannya”

“sejak kapan aku pernah bilang mau menjadi istirimu?”

“aku tidak pernah memberimu pilihan”

“sudah cukup Aksa, masa depan kita masih panjang dan aku juga, jadi bawa kembali cincinmu ini dan ayo pulang hari sudah mulai malam” ucap Kaina dan berjalan menjauhi Aksa.

Meninggalkan Aksa yang tengah menatap nanar cincin yang berada di genggamannya.

“aku pakaikan saja nanti malam ketika dia tidur” ucap Aksa dan meletakkan kembali cincinnya kedalam box.

by : tulisanbucin

Aksa menghampiri Kaina yang tengah duduk dipinggir sungai.

“ayo” ucap Aksa yang tanpa persetujuan Kaina sudah menggandeng tangannya.

Selama di perjalanan tidak ada satupun yang membuka suara. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam dengan Arjun sebagai sopirnya.

Pandangan Kaina tak lepas dari sebuah dermaga yang ada di hadapannya. Tampak sepi bahkan hanya ada beberapa yacht yang berbaris dipinggir dermaga.

“ayo turun” ucap Aksa yang sudah berdiri dihadapan Kaina, padahal gadis itu masih fokus memandangi pantai dan dermaga yang ada dihadapannya.

“kita mau kemana?”

“lihat sunset”

“kenapa Arjun berjalan diatas dermaga?”

“kita tidak melihatnya disini, tapi disana” ucap Aksa sembari menunjuk arah laut.

“kenapa nggak disini aja? Kenapa harus naik kapal?”

“aku ingin memperlihatkan sesuatu yang tidak akan pernah kamu lupakan nanti”

“aku disini aja”

“apa aku sedang memberi pilihan?” tarikan tangan Aksa pada Kaina terlihat lembut namun bisa membuat Kaina langsung keluar dari mobil.

Kaina sempat ragu, ia tidak pernah tahu apa yang ada dipikiran Aksa. Bahkan laki-laki itu berencana membawanya menaiki yacht mewah yang bahkan tidak ada penghuninya sama sekali. Hanya Arjun yang bertugas melajukan yacht pribadi milik Aksa.

Aksa menuntun Kaina untuk duduk di atas yacht sembari menikmati suasana sore yang berangin.

Meskipun demikian Kaina tetap takjub dengan apa yang ada dihadapannya saat ini. Pergi melihat sunset dengan mengendarai yacht semewah ini, benar-benar tidak pernah Kaina bayangkan sebelumnya.

Berbeda dengan Aksa, laki-laki itu justru hanya fokus menatap Kaina yang ada di sebelahnya. Aksa bahkan banyak menyunggingkan senyuman di bibirnya.

Kaina terlihat polos di matanya, apalagi ketika gadis kesayangannya itu tengah melihat ombak dan burung yang bertebaran. Bibirnya banyak menyunggingkan senyuman, yang tanpa sadar telah menularkannya pada diri Aksa.

Aksa tau ini merupakan pengalaman pertama bagi Kaina merasakan hal seperti ini.

“jangan lihatin aku, lihat mataharinya udah mau terbenam”

“kenapa aku harus melihat objek lain jika ada kamu disampingku? Tidak ada yang lebih indah daripada kehadiranmu disisiku”

“kau senang?”

“tentu”

“kenapa kau melakukan ini semua untukku?”

“karena aku ingin”

“apa kapal ini milikmu?”

“bukan”

“apa kau menyewanya?”

“tidak”

“tidak mungkin kau mencurinya kan?”

“tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu”

Jawaban Aksa justru membuat Kaina merasa jengkel.

Tanpa sadar Aksa justru tertawa ketika melihat gadisnya merasa jengkel. Dan hal itu justru membuat Kaina memalingkan wajahnya karena terlalu jengkel menghadapi Aksa.

“kenapa ketawa sih gaada yang lucu”

“ini milikmu”

“apa yang miliku?” balas Kaina yang masih merasa jengkel.

“yacht ini, milikmu Kaina”

“jangan melantur Aksa, aku tidak pernah membelinya lagian aku mendapatkan uang sebanyak ini darimana?”

*“aku yang membelinya, atas namamu”

Kaina tercengang mendengar penuturan Aksa. Ia tau Aksa tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

“tidak masuk akal”

“kamu lucu sekali jika terkejut seperti itu”

“aneh, bisa-bisanya beli kapal pake nama orang lain”

“kamu bukan orang lain bagiku”

Kaina tidak mau melanjutkan percakapannya dengan Aksa dan memilih berjalan menjauh dan berdiri dipinggir pembatas.

Aksa masih ditempatnya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya.

Di tempat lain Arjun hanya bisa tersenyum melihat interaksi kedua insan tersebut.


Di tengah kegiatannya menikmati suasana sore Kaina dikagetkan oleh kedatangan Aksa yang tiba-tiba menarik tangannya dan hendak memasangkan sesuatu pada jarinya.

Sebuah cincin dengan hiasan diamond yang terlihat mewah.

“mau ngapain?”

“memakaikanmu cincin”

“untuk apa?”

“lamaran?”

Kaina sontak menarik tangannya yang hendak dipakaikan cincin oleh Aksa.

“dimana-mana ditanya dulu, mau nggak kalo mau baru dipakaikan cincin. Jangan bilang gatau?”

“aku belum pernah melamar seseorang, ini baru pertama kali”

“kau pikir aku juga sudah pernah di lamar? Bukan kayak gini seharusnya”

“tapi kamu yang akan menjadi istriku nanti dan cincin ini hanya kamu yang bisa menggunakannya”

“sejak kapan aku pernah bilang mau menjadi istirimu?”

“aku tidak pernah memberimu pilihan”

“sudah cukup Aksa, masa depan kita masih panjang dan aku juga, jadi bawa kembali cincinmu ini dan ayo pulang hari sudah mulai malam” ucap Kaina dan berjalan menjauhi Aksa.

Meninggalkan Aksa yang tengah menatap nanar cincin yang berada di genggamannya.

“aku pakaikan saja nanti malam ketika dia tidur” ucap Aksa dan meletakkan kembali cincinnya kedalam box.

by : tulisanbucin

Aksa menghampiri Kaina yang tengah duduk dipinggir sungai.

“ayo” ucap Aksa yang tanpa persetujuan Kaina sudah menggandeng tangannya.

Selama di perjalanan tidak ada satupun yang membuka suara. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam dengan Arjun sebagai sopirnya.

Pandangan Kaina tak lepas dari sebuah dermaga yang ada di hadapannya. Tampak sepi bahkan hanya ada beberapa yacht yang berbaris dipinggir dermaga.

“ayo turun” ucap Aksa yang sudah berdiri dihadapan Kaina, padahal gadis itu masih fokus memandangi pantai dan dermaga yang ada dihadapannya.

“kita mau kemana?”

“lihat sunset”

“kenapa Arjun berjalan diatas dermaga?”

“kita tidak melihatnya disini, tapi disana” ucap Aksa sembari menunjuk arah laut.

“kenapa nggak disini aja? Kenapa harus naik kapal?”

“aku ingin memperlihatkan sesuatu yang tidak akan pernah kamu lupakan nanti”

“aku disini aja”

“apa aku sedang memberi pilihan?” tarikan tangan Aksa pada Kaina terlihat lembut namun bisa membuat Kaina langsung keluar dari mobil.

Kaina sempat ragu, ia tidak pernah tahu apa yang ada dipikiran Aksa. Bahkan laki-laki itu berencana membawanya menaiki yacht mewah yang bahkan tidak ada penghuninya sama sekali. Hanya Arjun yang bertugas melajukan yacht pribadi milik Aksa.

Aksa menuntun Kaina untuk duduk di atas yacht sembari menikmati suasana sore yang berangin.

Meskipun demikian Kaina tetap takjub dengan apa yang ada dihadapannya saat ini. Pergi melihat sunset dengan mengendarai yacht semewah ini, benar-benar tidak pernah Kaina bayangkan sebelumnya.

Berbeda dengan Aksa, laki-laki itu justru hanya fokus menatap Kaina yang ada di sebelahnya. Aksa bahkan banyak menyunggingkan senyuman di bibirnya. Kaina terlihat polos di matanya, apalagi ketika gadis kesayangannya itu tengah melihat ombak dan burung yang bertebaran. Bibirnya banyak menyunggingkan senyuman, yang tanpa sadar telah menularkannya pada diri Aksa.

Aksa tau ini merupakan pengalaman pertama bagi Kaina merasakan hal seperti ini.

“jangan lihatin aku, lihat mataharinya udah mau terbenam”

“kenapa aku harus melihat objek lain jika ada kamu disampingku? Tidak ada yang lebih indah daripada kehadiranmu disisiku”

“kau senang?”

“tentu”

“kenapa kau melakukan ini semua untukku?”

“karena aku ingin”

“apa kapal ini milikmu?”

“bukan”

“apa kau menyewanya?”

“tidak”

“tidak mungkin kau mencurinya kan?”

“tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu”

Jawaban Aksa justru membuat Kaina merasa jengkel.

Tanpa sadar Aksa justru tertawa ketika melihat gadisnya merasa jengkel. Dan hal itu justru membuat Kaina memalingkan wajahnya karena terlalu jengkel menghadapi Aksa.

“kenapa ketawa sih gaada yang lucu”

“ini milikmu”

“apa yang miliku?” balas Kaina yang masih merasa jengkel.

“yacht ini, milikmu Kaina”

“jangan melantur Aksa, aku tidak pernah membelinya lagian aku mendapatkan uang sebanyak ini darimana?”

*“aku yang membelinya, atas namamu”

Kaina tercengang mendengar penuturan Aksa. Ia tau Aksa tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

“tidak masuk akal”

“kamu lucu sekali jika terkejut seperti itu”

“aneh, bisa-bisanya beli kapal pake nama orang lain”

“kamu bukan orang lain bagiku”

Kaina tidak mau melanjutkan percakapannya dengan Aksa dan memilih berjalan menjauh dan berdiri dipinggir pembatas.

Aksa masih ditempatnya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya.

Di tempat lain Arjun hanya bisa tersenyum melihat interaksi kedua insan tersebut.


Di tengah kegiatannya menikmati suasana sore Kaina dikagetkan oleh kedatangan Aksa yang tiba-tiba menarik tangannya dan hendak memasangkan sesuatu pada jarinya.

Sebuah cincin dengan hiasan diamond yang terlihat mewah.

“mau ngapain?”

“memakaikanmu cincin”

“untuk apa?”

“lamaran?”

Kaina sontak menarik tangannya yang hendak dipakaikan cincin oleh Aksa.

“dimana-mana ditanya dulu, mau nggak kalo mau baru dipakaikan cincin. Jangan bilang gatau?”

“aku belum pernah melamar seseorang, ini baru pertama kali”

“kau pikir aku juga sudah pernah di lamar? Bukan kayak gini seharusnya”

“tapi kamu yang akan menjadi istriku nanti dan cincin ini hanya kamu yang bisa menggunakannya”

“sejak kapan aku pernah bilang mau menjadi istirimu?”

“aku tidak pernah memberimu pilihan”

“sudah cukup Aksa, masa depan kita masih panjang dan aku juga, jadi bawa kembali cincinmu ini dan ayo pulang hari sudah mulai malam” ucap Kaina dan berjalan menjauhi Aksa.

Meninggalkan Aksa yang tengah menatap nanar cincin yang berada di genggamannya.

“aku pakaikan saja nanti malam ketika dia tidur” ucap Aksa dan meletakkan kembali cincinnya kedalam box.

by : tulisanbucin

Aksa menghampiri Kaina yang tengah duduk dipinggir sungai.

“ayo” ucap Aksa yang tanpa persetujuan Kaina sudah menggandeng tangannya.

Selama di perjalanan tidak ada satupun yang membuka suara. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam dengan Arjun sebagai sopirnya.

Pandangan Kaina tak lepas dari sebuah dermaga yang ada di hadapannya. Tampak sepi bahkan hanya ada beberapa yacht yang berbaris dipinggir dermaga.

“ayo turun” ucap Aksa yang sudah berdiri dihadapan Kaina, padahal gadis itu masih fokus memandangi pantai dan dermaga yang ada dihadapannya.

“kita mau kemana?”

*“lihat sunset“*

“kenapa Arjun berjalan diatas dermaga?”

“kita tidak melihatnya disini, tapi disana” ucap Aksa sembari menunjuk arah laut.

“kenapa nggak disini aja? Kenapa harus naik kapal?”

“aku ingin memperlihatkan sesuatu yang tidak akan pernah kamu lupakan nanti”

“aku disini aja”

“apa aku sedang memberi pilihan?” tarikan tangan Aksa pada Kaina terlihat lembut namun bisa membuat Kaina langsung keluar dari mobil.

Kaina sempat ragu, ia tidak pernah tahu apa yang ada dipikiran Aksa. Bahkan laki-laki itu berencana membawanya menaiki yacht mewah yang bahkan tidak ada penghuninya sama sekali. Hanya Arjun yang bertugas melajukan yacht pribadi milik Aksa.

Aksa menuntun Kaina untuk duduk di atas yacht sembari menikmati suasana sore yang berangin.

Meskipun demikian Kaina tetap takjub dengan apa yang ada dihadapannya saat ini. Pergi melihat sunset dengan mengendarai yacht semewah ini, benar-benar tidak pernah Kaina bayangkan sebelumnya.

Berbeda dengan Aksa, laki-laki itu justru hanya fokus menatap Kaina yang ada di sebelahnya. Aksa bahkan banyak menyunggingkan senyuman di bibirnya. Kaina terlihat polos di matanya, apalagi ketika gadis kesayangannya itu tengah melihat ombak dan burung yang bertebaran. Bibirnya banyak menyunggingkan senyuman, yang tanpa sadar telah menularkannya pada diri Aksa.

Aksa tau ini merupakan pengalaman pertama bagi Kaina merasakan hal seperti ini.

“jangan lihatin aku, lihat mataharinya udah mau terbenam”

“kenapa aku harus melihat objek lain jika ada kamu disampingku? Tidak ada yang lebih indah daripada kehadiranmu disisiku”

“kau senang?”

“tentu”

“kenapa kau melakukan ini semua untukku?”

“karena aku ingin”

“apa kapal ini milikmu?”

“bukan”

“apa kau menyewanya?”

“tidak”

“tidak mungkin kau mencurinya kan?”

“tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu”

Jawaban Aksa justru membuat Kaina merasa jengkel.

Tanpa sadar Aksa justru tertawa ketika melihat gadisnya merasa jengkel. Dan hal itu justru membuat Kaina memalingkan wajahnya karena terlalu jengkel menghadapi Aksa.

“kenapa ketawa sih gaada yang lucu”

“ini milikmu”

“apa yang miliku?” balas Kaina yang masih merasa jengkel.

“yacht ini, milikmu Kaina”

“jangan melantur Aksa, aku tidak pernah membelinya lagian aku mendapatkan uang sebanyak ini darimana?”

*“aku yang membelinya, atas namamu”

Kaina tercengang mendengar penuturan Aksa. Ia tau Aksa tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

“tidak masuk akal”

“kamu lucu sekali jika terkejut seperti itu”

“aneh, bisa-bisanya beli kapal pake nama orang lain”

“kamu bukan orang lain bagiku”

Kaina tidak mau melanjutkan percakapannya dengan Aksa dan memilih berjalan menjauh dan berdiri dipinggir pembatas.

Aksa masih ditempatnya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya.

Di tempat lain Arjun hanya bisa tersenyum melihat interaksi kedua insan tersebut.


Di tengah kegiatannya menikmati suasana sore Kaina dikagetkan oleh kedatangan Aksa yang tiba-tiba menarik tangannya dan hendak memasangkan sesuatu pada jarinya.

Sebuah cincin dengan hiasan diamond yang terlihat mewah.

“mau ngapain?”

“memakaikanmu cincin”

“untuk apa?”

“lamaran?”

Kaina sontak menarik tangannya yang hendak dipakaikan cincin oleh Aksa.

“dimana-mana ditanya dulu, mau nggak kalo mau baru dipakaikan cincin. Jangan bilang gatau?”

“aku belum pernah melamar seseorang, ini baru pertama kali”

“kau pikir aku juga sudah pernah di lamar? Bukan kayak gini seharusnya”

“tapi kamu yang akan menjadi istriku nanti dan cincin ini hanya kamu yang bisa menggunakannya”

“sejak kapan aku pernah bilang mau menjadi istirimu?”

“aku tidak pernah memberimu pilihan”

“sudah cukup Aksa, masa depan kita masih panjang dan aku juga, jadi bawa kembali cincinmu ini dan ayo pulang hari sudah mulai malam” ucap Kaina dan berjalan menjauhi Aksa.

Meninggalkan Aksa yang tengah menatap nanar cincin yang berada di genggamannya.

“aku pakaikan saja nanti malam ketika dia tidur” ucap Aksa dan meletakkan kembali cincinnya kedalam box.

by : tulisanbucin

Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.

“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”

Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.

Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.

Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.

“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”

Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.


Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.

Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.

Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.

Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.

“bukankah aku sudah mengusirmu?”

“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.

“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.

“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.

“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”

“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.

“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.

“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina yang mulai terbata-bata.

“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.

“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.

Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.

“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”

“iya, lalu apa lagi?”

“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”

“tidak bisa”

Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.

“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”

“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”

Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina.


Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan amarahnya.

“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci terhadapnya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.

Prank

Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.

“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama Kaina.

by : tulisanbucin

Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.

“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”

Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.

Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.

Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.

“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”

Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.


Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.

Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.

Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.

Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.

“bukankah aku sudah mengusirmu?”

“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.

“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.

“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.

“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”

“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.

“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.

“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina yang mulai terbata-bata.

“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.

“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.

Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.

“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”

“iya, lalu apa lagi?”

“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”

“tidak bisa”

Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.

“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”

“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”

Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina.


Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan amarahnya.

“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci terhadapnya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.

Prank

Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.

“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama kaina.

by : tulisanbucin

Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.

“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”

Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.

Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.

Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.

“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”

Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.


Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.

Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.

Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.

Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.

“bukankah aku sudah mengusirmu?”

“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.

“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.

“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.

“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”

“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.

“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.

“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina yang mulai terbata-bata.

“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.

“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.

Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.

“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”

“iya, lalu apa lagi?”

“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”

“tidak bisa”

Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.

“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”

“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”

Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina.


Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan amarahnya.

“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci di hadapannya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.

Prank

Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.

“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama kaina.

by : tulisanbucin

Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.

“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”

Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.

Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.

Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.

“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”

Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.


Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.

Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.

Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.

Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.

“bukankah aku sudah mengusirmu?”

“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.

“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.

“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.

“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”

“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.

“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.

“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina yang mulai terbata-bata.

“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.

“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.

Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.

“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”

“iya, lalu apa lagi?”

“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”

“tidak bisa”

Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.

“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”

“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”

Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina.


Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan kemarahannya.

“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci di hadapannya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.

Prank

Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.

“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama kaina.

by : tulisanbucin

Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.

“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”

Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.

Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.

Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.

“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”

Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.


Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.

Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.

Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.

Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.

“bukankah aku sudah mengusirmu?”

“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.

“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.

“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.

“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”

“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.

“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.

“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina yang mulai terbata-bata.

“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.

“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.

Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.

“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”

“iya, lalu apa lagi?”

“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”

“tidak bisa”

Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.

“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”

“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”

Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina sendirian.


Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan kemarahannya.

“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci di hadapannya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.

Prank

Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.

“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama kaina.

by : tulisanbucin

Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.

“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”

Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.

Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.

Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.

“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”

Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.


Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.

Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.

Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.

Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.

“bukankah aku sudah mengusirmu?”

“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.

“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.

“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.

“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”

“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.

“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.

“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina mulai terbata-bata.

“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.

“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.

Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.

“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”

“iya, lalu apa lagi?”

“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”

“tidak bisa”

Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.

“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”

“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”

Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina sendirian.


Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan kemarahannya.

“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci di hadapannya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.

Prank

Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.

“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama kaina.