Hilang arah
by : tulisanbucin
Arjun mencoba menghadang Aksa yang sudah membawa kapak di tangannya, sepertinya ia hendak merobohkan pintu kamar Kaina.
“lebih baik kita bereskan terlebih dahulu penghalang yang Kaina buat didepan pintu, apa kau tega membuatnya membereskannya sendiri?”
Aksa awalnya sudah emosi dan langsung mengambil kapak yang ada di apartemennya. Namun ucapan Arjun membuatnya tersadar. Mungkin memang dia benar-benar harus mengendalikan dirinya sendiri mulai dari sekarang.
Kapak di tangan Aksa sudah berpindah tangan di tangan Arjun. Segera Arjun menyimpannya dan menuntun Aksa untuk membantunya merapikan apartemen Kaina.
Setelah dirasa semuanya sudah rapi Arjun pamit untuk keluar terlebih dahulu.
“aku keluar dulu, kau juga harus pulang”
Setelah mengucapkan itu Arjun pergi dan meninggalkan Aksa sendiri di apartemen Kaina.
Di dalam kamar Kaina mendengar suara meja dan kursi yang berdecit. Ia yakin Aksa dan Arjun yang melakukan itu semua. Tak berapa lama suara pintu terbuka dan tertutup kembali.
Kaina juga mulai membereskan penghalang di depan pintu kamarnya yang sebelumnya ia buat. Saat membuka pintu kamarnya ia tidak melihat siapapun di dalam apartemennya dan juga apartemennya sudah dalam keadaan rapi seperti semula.
Di meja makan juga sudah ada nampan berisi jus dan makanan yang tadi Aksa ingin berikan padanya.
Suara langkah kaki mulai mendekati Kaina, tak berapa lama suara langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangnya.
Kaina merasakan tangan melingkar diperutnya dan hembusan nafas seseorang di belakang lehernya.
“bukankah aku sudah mengusirmu?”
“kamu tidak punya hak untuk mengusirku” balas Aksa.
“bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?” Kaina masih enggan untuk menatap lawan bicaranya.
“aku tidak tau ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi masakan Arjun cukup enak” ucap Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan.
“apa kau sedang mengalihkan pembicaraan?”
“mungkin” balas Aksa dan semakin mengeratkan pelukannya.
“kamu belum mandi tapi masih wangi” ucap Aksa yang kini tengah menghirup leher Kaina.
“a-pa ini yang sebenarnya kau inginkan dariku? Kau hanya menginginkan tubuhku kan?” ucap Kaina yang mulai terbata-bata.
“mengapa kamu bicara seperti itu?” Aksa menjauhkan wajahnya dan berbisik di telinga Kaina, terdengar dingin namun penuh penekanan di setiap ucapannya.
“aku tidak pernah berpikir seperti itu” ucapnya lagi.
Aksa membalikkan tubuh Kaina dan mengangkat dagunya hingga tatapan mereka saling bertemu.
“apa selama ini kamu berpikir seperti itu?”
“iya, lalu apa lagi?”
“bisakah kamu tidak berpikiran hal yang buruk tentangku?”
“tidak bisa”
Aksa masih terpikirkan oleh perkataan Arjun tadi, ia harus menjadi Aksa yang Kaina kenal bukan Aksa yang hadir dalam diri orang lain.
“makan dan istirahat, kamu besok harus sekolah aku akan meminta Arjun mengantarmu besok”
“tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri kau cukup pergi dari hadapanku sekarang”
Aksa tak membalas ucapan Kaina dan pergi berlalu meninggalkan Kaina.
Di apartemennya, Aksa hanya terduduk lemas di pojok kamarnya. Sembari memeluk kedua lututnya, ia memukul kepalanya seperti melampiaskan amarahnya.
“aku sangat mencintaimu, Kaina” lirihnya yang tanpa sadar meneteskan air mata.
Aksa terlihat seperti kehilangan akal sehatnya jika Kaina menunjukkan rasa benci terhadapnya. Arah hidupnya seakan hilang, jika Kaina tidak ada disampingnya.
Prank
Akuarium yang ada di meja terjatuh akibat amukan Aksa.
“Tuhan, kau tidak bisa terus membuatku menderita” ucapnya sembari menatap foto masa kecilnya bersama Kaina.