Satu permintaan
by : tulisanbucin
Kaina akhirnya pergi keluar dan duduk di pinggir kolam renang. Setelah Aksa menolak bantuannya untuk mencuci piring.
Kolam renang yang berada di luar ruangan itu langsung berhadapan dengan pantai. Pemandangan malam dengan sinar bulan membuat kolam itu semakin terlihat cantik.
Aksa juga menambahkan lampu di sekeliling kolam yang terlihat seperti lilin-lilin kecil mengelilingi kolam.
“kenapa dia membuat rumah sebesar ini? Padahal yang membuat rumah itu nyaman bukan hanya bangunannya saja, tapi siapa yang ada di dalamnya” ucap Kaina sembari mencoba menyentuh air kolam dengan tangannya.
“kamu benar, kenyamanan sebuah rumah bukan berasal dari mewah dan besarnya bangunan tersebut. Tapi dengan siapa kita tinggal, di situlah kita mendapatkan kenyamanan” ucap Aksa yang sedari tadi berdiri di pintu yang tidak jauh dari kolam renang.
“bagaimana dia bisa mendengarku dari tempat sejauh itu?” gumam Kaina yang melihat Aksa mulai menghampirinya dan duduk di sampingnya.
“yakin tidak mau mencoba berenang disini? Suhu airnya bisa di atur jika kamu ingin menggunakan air hangat”
“tidak, terimakasih”
Aksa mengangguk paham.
Cukup lama mereka berdua diam dengan pemikiran masing-masing. Hingga Kaina pun menyadari perubahan dari diri Aksa.
Sisi itu kembali lagi.
“aku ingin tidur disini” ucap Aksa tiba-tiba sembari merebahkan kepalanya dipangkuan Kaina.
“semua yang ada pada dirimu selalu menjadi candu untukku” gumam Aksa sembari memeluk perut Kaina dari samping.
“Aksa pergilah ke kamar jika ingin tidur”
“tidak mau, disini lebih nyaman”
“lalu untuk apa kau membangun rumah sebesar ini jika memilih tidur diluar”
“rumahku itu kamu”
Kaina yang mendengar itu lantas menghentikan aksinya yang hendak menyingkirkan tubuh Aksa darinya.
Aksa diam-diam tersenyum melihat Kaina yang mulai terlihat menerimanya.
“Aksa..” panggil Kaina.
“hmm..” Aksa yang tadinya sudah mulai terlelap terbangun oleh panggilan Kaina.
“bagaimana jika kau tidak bertemu denganku?” pertanyaan itu sontak membuat Aksa semakin mengeratkan pelukannya.
“aku tidak tahu apakah aku masih bertahan hidup sampai sekarang jika waktu itu aku tidak bertemu denganmu”
“waktu itu kenapa kau menawarkan bungamu padaku?”
“aku hanya berharap ada satu orang yang membelinya. Setidaknya aku bisa makan dengan uang tersebut”
“apa tidak ada yang membelinya selain aku?”
“tidak ada, kamu selalu membeli bunga yang aku bawa setiap bertemu denganku. Kamu bahkan sering menyisihkan bekalmu untukku, mengajakku diam-diam makan di rumahmu padahal saat itu hubunganmu dengan keluargamu sedang tidak baik-baik saja”
“jadi kau memperlakukanku sampai seperti ini untuk membalas perlakuanku dulu?”
“Kaina, saat itu hidupmu juga tidak sebahagia anak-anak pada umumnya. Terkadang aku seperti melihat diriku saat melihatmu”
“kau mengasihaniku?”
“aku hanya ingin memberikan rasa kasihku padamu karena kamu juga telah memberikannya padaku”
“kapan aku memberikannya padamu?”
“Kaina, kamu tidak akan pernah menyadarinya. Tetapi aku selalu merasakannya”
Kaina menatap Aksa yang masih merebahkan kepalanya dipangkuan Kaina.
“kalau begitu, bisakah aku meminta satu permintaan?”
“apapun itu akan aku lakukan, Kaina kamu bahkan tidak perlu memintanya”
“janji kau akan melakukannya?”
“iya, janji.”
“baik, kalau begitu kau sudah berjanji ya. Sebelum aku pergi dari dunia ini, janji itu harus selalu kau tepati”
Aksa bangkit dari tidurnya, menatap mata kelam Kaina. Kaina tidak pernah seperti ini sebelumnya. Perubahan pada diri Kaina yang tiba-tiba, juga membuat Aksa merasa khawatir. Kaina bisa sangat terpuruk, namun ia juga bisa dengan cepat melupakan masalahnya.
Kaina, perempuan yang terlahir untuk selalu di jaga.