Nathan?

by : tulisanbucin

Pagi harinya Aksa benar mengantarkan Kaina ke tempat kerjanya. Sore harinya pun Aksa juga menjemput Kaina.

Di dalam mobil seperti hari-hari sebelumnya hanya ada suara instrumen musik yang terdengar karena memang Aksa selalu memutarnya ketika menyetir.

“Aksa”

Hingga panggilan dari Kaina memecahkan keheningan itu.

“iya?” balas Aksa menoleh sebentar sebelum kembali fokus menyertir.

“kamu jangan salah paham ya sama chat aku tadi malam”

“tidak apa, saya mengerti”

“beneran bukan karena Juan kok, aku cuma gamau aja jadi tergantung sama kamu nantinya”

“Kaina.. “ panggil Aksa masih dengan fokus menyetir.

“saya tidak pernah keberatan jika hanya memberi tumpangan seperti ini. Jika saya menawari berarti memang saya bersedia membantu”

Kaina yang mendengar penjelasan Aksa menjadi semakin merasa bersalah atas ucapannya sendiri tadi malam. Ia sungguh tidak bermaksud menolak tawaran baik Aksa, hanya saja ia tidak ingin melibatkan Aksa ke dalam masalahnya. Ia tidak ingin Aksa juga menjadi incaran orang misterius itu. Ia bahkan belum bisa bernegosiasi apapun pada orang misterius itu dan orang misterius itu telah mengancam Juan dan Nathan. Ditambah orang misterius itu juga telah melukai pamannya.

“Aksa terimakasih, kamu sudah baik sama aku”

“saya belum sebaik itu Kaina, saya hanya manusia biasa bahkan saya tidak ingat kapan terakhir saya bersosialisasi dengan orang sekitar saya”

“maksudnya?”

“saya selalu hidup sendiri semenjak meniti karir. Saya tidak suka jika berlama lama mengobrol dengan orang asing, cukup masalah pekerjaan saja”

“apa kamu juga tidak suka mengobrol denganku?”

“anehnya tidak. Kamu yang sangat suka mengobrol dan selalu tersenyum ketika menyapa saya membuat saya berpikir. Apakah saya bisa mendiamkan orang seperti kamu?” ucap Aksa sembari menatap Kaina, kebetulan lampu sedang merah.

Kaina bahkan tidak bisa membalas ucapan Aksa. Apapun yang ia lakukan seperti menyapa dan membuat obrolan dengan orang di sekitarnya merupakan caranya untuk mendapat teman, teman mengobrol. Ia hanya tidak ingin merasakan sepi di hidupnya. Cukup dulu ia hidup dengan kesendirian dikeluarga pamannya. Meskipun ia tinggal bersama, namun tidak ada yang mengajaknya berbicara selain untuk menyuruhnya melakukan sesuatu.


Sesampainya di parkiran apartemen, Kaina malah difokuskan oleh sebuah siluet orang yang sangat ia kenal, Nathan. Laki-laki itu tengah berdiri tidak jauh dari gedung apartemennya. Kebetulan Aksa memarkirkan mobilnya di parkiran outdor. Nathan nampak menggunakan masker dengan kaos hitam. Langit yang masih nampak cerah membuat Kaina bisa memastikan bahwa laki-laki itu benar Nathan, sepupunya.

“ada apa?” tanya Aksa yang melihat Kaina tak kunjung juga melepaskan seatbeltnya.

“ah.. nggak papa. Terimakasih Aksa atas tumpangannya”

“tidak perlu berterimakasih terus Kaina” balas Aksa.

Kaina pun membalasnya dengan senyuman dan mereka turun dari mobil. Saat Kaina telah keluar dari mobil dan hendak menemui Nathan, Nathan malah semakin menjauh. Kaina nampak bingung, mengapa Nathan pergi setelah melihat dirinya? Bukankah tujuan ia datang untuk menemuinya?

Sebelum ia mengejar Nathan, ia pamit terlebih dahulu kepada Aksa bahwa ia ingin pergi ke minimarket.