Malam itu dia datang

by : tulisanbucin

Malam semakin larut dan Kaina masih terjaga. Tak lupa ia mengunci ganda seluruh pintu dan juga menutup semua saluran udara yang ada di apartemennya, ia tetap tidak ingin ada celah orang misterius itu masuk.

Namun ucapan orang misterius itu memang benar, ia tetap bisa masuk meskipun Kaina telah menutup semua celah di apartemennya.

Kriettt

Pintu apartemen Kaina terbuka. Orang misterius itu masuk selayaknya pemilik rumah.

Kaina duduk di sofa sembari membawa sebuah pisau dapur. Ia tidak pernah menyakiti siapapun, namun orang misterius ini akan menjadi yang terkecuali.

Kaina melangkahkan kakinya menuju pintu apartemen yang sudah terbuka setengah, menandakan orang misterius itu telah masuk. Melihat celah tersebut nyali Kaina semakin menciut, ia ingin segera berlari dan mendatangi apartemen Aksa. Hendak minta pertolongan padanya, namun niat itu memang sangat mudah terbaca. Orang misterius itu sudah berdiri di belakang Kaina dengan membawa sebuah tongkat golf yang diseret.

Derap langkah kakinya sudah berhenti tepat dibelakang Kaina. Kaina merasakan hembusan nafas orang misterius itu tepat dileher belakangnya. Membuat bulu kuduk merinding. Dari samping Kaina bisa melihat tangan orang misterius itu menutup pintu menggunakan tongkat golf yang di bawa.

Dan pintu tertutup.

Malam ini Kaina seperti telah pasrah jika nyawanya berakhir ditangan orang misterius itu, yang terpenting Juan sudah pulang ke rumah dengan aman.

“bagaimana? Tidak ada yang mustahil kan?” bisiknya tepat di telinga Kaina.

Kaina masih tidak bisa melihat wajah orang misterius itu, namun yang Kaina tahu pasti, dia seorang laki laki dengan tinggi 174cm.

Tongkat golf tersebut diletakkan, dan kedua tangannya melingkar dengan nyaman di perut Kaina. Jelas Kaina memberontak, ia sangat tidak sudi membiarkan orang misterius itu menyentuh tubuhnya.

Kaina berbalik badan dan menodongkan pisau yang tadi ia bawa. Namun Kaina tetap tidak bisa melihat wajahnya. Orang misterius itu memakai topi dan masker.

“sudahku bilang kamu memang pengecut, kamu bahkan tidak berani menampakkan wajahmu didepanku”

“jangan memulai Kaina..”

“kenapa?”

“memang benarkan?”

Orang misterius didepan Kaina ini mulai menggeram.

“sebenarnya apa yang kamu inginkan dariku, aku tidak kaya bahkan aku masih menyewa di apartemen ini”

“aku tidak pernah bilang ingin memiliki hartamu, karena yang kuinginkan hanya dirimu” balasnya sembari berusaha melangkah mendekati Kaina.

Namun Kaina segera menodongkan pisaunya.

“mundur, atau aku tusuk dengan pisau ini”

“lakukan”

“a-apa?”

“lakukan Kaina, aku tahu kau tidak seberani itu”

“j-jangan bermain main denganku, aku bisa menggunakannya sekarang juga”

Belum sempat Kaina memajukan langkahnya, orang misterius itu sudah mendekati Kaina dengan tangan yang memegang pisau yang ditodongkan Kaina. Kaina terkejut melihat ada tetesan darah yang mengenai tangannya dan jatuh ke lantai.

Lampu apartemen Kaina yang mati membuat pencahayaan sangat minim, hanya beberapa lilin yang ia sempat nyalakan tadi. Orang misterius itu sepertinya mematikan kembali listrik yang ada di apartemen Kaina sebelum datang.

Tangan yang bersimbah darah itu tidak membuatnya kesakitan, ia malah tersenyum. Kaina melihat sebuah smirk dari bibir orang misterius itu ketika ia melepaskan maskernya, meskipun sebagian wajahnya masih tertutup topi.

Pisau yang Kaina pegang di tarik hingga membuat Kaina semakin mendekat dengannya. Ia bahkan seperti tidak ada niatan untuk melepas pegangan tangannya pada pisau yang Kaina pegang.

Kaina yang tidak tega segera melepaskan genggamannya pada pisau. Namun orang misterius itu malah menghempaskan pisau tersebut ke lantai yang membuat Kaina sangat terkejut.

Kaina ketakutan, ia seperti melupakan semua keberaniannya tadi. Orang misterius itu membalikkan situasi. Kini tangannya yang berlumuran darah menangkup kedua pipi Kaina dan mengusapnya pelan menghapus jejak tetesan air mata Kaina yang tanpa sadar terjatuh.

“t-tolong, lakukan dengan cepat jika ingin membunuhku, jangan membuatku ketakutan seperti ini” ucap Kaina tanpa sadar. Ia bahkan tak berani menatap wajah orang didepannya yang sudah tidak menggenakan topinya.

Karena ketakutan Kaina, ia berpikir setidaknya saat mati, ia tidak perlu mengetahui siapa yang mengambil nyawanya. Kaina hanya tidak ingin banyak pikiran jika di akhirat nanti, biarkan itu menjadi urusan orang misterius itu dengan Tuhan, mengapa bisa ia dengan tega membunuh gadis miskin seperti Kaina.

“siapa yang ingin membunuhmu? Aku hanya ingin menghapus bekas tangan kotornya yang menyentuh pipimu ini”

Nada suaranya berubah, benar benar bukan seperti tadi. Lebih lembut. Usapan pada pipi Kaina ia hentikan, dan mulai merengkuh tubuh Kaina yang gemetar. Ia juga mencium pucuk kepala Kaina dan tak lupa mengusap punggung Kaina yang gemetar dengan kedua tangannya yang penuh darah. Ia seperti berusaha menenangkan Kaina.

”..kamu” balas Kaina ragu.

“tidak, aku tidak akan membunuhmu, justru aku akan membunuh siapapun yang dekat dengamu”

“tapi kenapa?”

“karena aku tidak ingin milikku disentuh oleh siapapun”

“tapi aku bukan milikmu”

“kau milikku Na, sejak 10 tahun yang lalu”

Deg..

“apa maksudnya? 10 tahun yang lalu? Ketika aku berumur 7 tahun? Bagaimana bisa? Apa paman dan bibi pernah menjualku? Tapi sepertinya tidak” batin Kaina

“aku tidak paham dengan maksud perkataanmu?”

“tidak perlu kau pahami, cukup berada di dekatku dan tidak dekat dengan laki laki manapun”

“aku tidak bisa dan tidak mau”

“berarti kau yang merubah takdirnya, takdir kematiannya akan dipercepat”

Kaina melepaskan pelukannya, yang sungguh semakin membuatnya takut.

“aku minta maaf jika aku melakukan kesalahan terhadapmu dimasa lalu meskipun aku tidak ingat apa itu, namun aku bersungguh sungguh” Kaina memohon dengan menyatukan kedua tangannya.

Saat Kaina ingin bersujud dihadapannya ia segera menarik tangan Kaina, membuat Kaina berdiri kembali. Kedua lengan Kaina dicengkeram dengan keras olehnya.

“sak-it” rintih Kaina.

“kenapa kau menutup mata? Bukannya kau ingin melihat wajahku”

Kaina menggelengkan kepalanya, menandakan, ia tidak ingin melihat wajahnya.

“kau sungguh merepotkan ternyata, tadi kau ingin melihat wajahku sekarang kau malah menutup matamu ketika memiliki kesempatan”

Namun Kaina yang tetap tidak ingin membuka mata justru membuatnya semakin geram.

“baiklah jika kau tidak ingin melihat wajahku, tak apa aku hanya ingin tidur. Aku lelah seharian ini, mengawasimu, melakukan pekerjaanku, dan menyiapkan kematian temanmu itu tapi ternyata tidak jadi mati”

“kenapa kau sangat suka bermain main dengan nyawa orang lain?”

“karena aku hanya ingin melindungi milikku”

“aku bukan mil...”

“shutt, diam aku tidak ingin dengar kalimat itu keluar dari mulut manismu. Sekarang masuklah ke kamar dan tidur, aku akan menyusulmu nanti setelah membereskan kekacauan yang kau buat ini”

“apa? Aku tidak sudi menghabiskan malam dengamu” geram Kaina.

“tidak sudi? Bahkan setiap malam aku selalu tidur di sampingmu dan sekarang kau bilang tidak sudi?”

Orang misterius itu tertawa dan hal itu justru membuat Kaina semakin geram dengan tingkahnya, yang sesuka hati terhadap hidup Kaina.

Kaina segera berlari ke dalam kamar dan menyembunyikan dirinya dibawah selimut.

Kaina mendengar dari luar kamar ada suara kain pel bergesekan dengan lantai.

“jadi selama ini ia benar benar mengawasiku dari sedekat itu dan aku tidak menyadarinya” gumam Kaina.

Cklek

Pintu kamar terbuka. Ia benar benar datang. Sisi kasur Kaina mulai terisi, orang misterius itu sudah merebahkan dirinya di samping Kaina. Kaina menangis dalam diam, ia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, ia hanya tidak ingin orang yang membantunya ikut menderita.

“good night Na” ucapnya sembari mencium kembali pucuk kepala Kaina dengan tangannya yang masih berlumuran darah memeluk perut Kaina dari belakangan.