Jalan lain

by : tulisanbucin

Orang misterius itu menurunkan Kaina didepan apartemennya. Sebelum keluar orang misterius itu sempat berbisik pada Kaina.

“beristirahatlah dan jangan pernah mencoba melukai dirimu sendiri”

Kaina segera keluar dari mobil itu sesaat setelah orang misterius itu melepaskan sabuk pengamannya.

Kaina berlari menuju lift ingin rasanya ia bersembunyi di dalam apartemennya. Ia takut sangat takut. Ia tidak menyangka pertemuannya dengan orang misterius itu membuatnya semakin bingung.

“argh” Kaina berteriak karena terkejut saat sebuah tangan menyentuh pundaknya.

“Kaina tenang, ini saya Aksa”

“Aksa?”

“iya Aksa”

“kamu kenapa lari-lari?”

“gapapa kok aku cuma mau cepet sampe ke apartemen aku buat ke toilet”

“jangan lari nanti kamu jatuh”

Kaina membalasnya dengan anggukan kepala.

“Kaina”

“iya?”

“ini bukan apartemen kamu”

Kaina tersadar bahwa sedari tadi memang ia selalu salah menekan password apartemennya.

“kamu terlihat tidak sehat” Aksa masih mengikuti Kaina yang sudah membuka pintu apartemennya.

Namun saat Kaina sedang melepas sepatunya di rak ia melirik ke arah Aksa.

“apa saya boleh bertamu?” tanya Aksa yang tidak akan masuk ke apartemen Kaina tanpa permisi.

Kaina hanya membalasnya dengan anggukan.

Kaina duduk di sofa ruang tengah dan diikuti oleh Aksa. Aksa meraih botol air minum yang ada di ranselnya dan memberikannya pada Kaina.

“minumlah kamu terlihat sangat lelah”

“terimakasih”

Setelah meminum air itu hingga habis. Kaina malah semakin larut dengan pemikirannya sendiri. Melamun hingga ia melupakan kehadiran Aksa.

“Kaina?” Kaina menoleh ketika Aksa memegang bahunya.

“kamu tidak jadi ke toilet?”

“ah n-nggak jadi”

“Kaina maaf jika saya lancang, saya tidak tahu seberapa besar masalah yang kamu miliki. Namun dampak masalah itu dapat merubah segalanya. Kaina yang saya kenal tampak hilang dari diri kamu”

“apa aku terlihat seperti itu Aksa?”

Aksa menganggukkan kepalanya.

“Aksa aku gatau harus gimana, aku bingung dengan pikiran aku sendiri. Sehingga jalan yang aku laluin pun tidak pernah sesuai dengan keinginanku”

“Kaina, manusia memang sperti itu. Apapun itu yang sudah kamu rancang jika memang Tuhan tidak berkehendak maka itu semua hanya akan menjadi angan. Yang kamu perlukan hanya besar hati untuk menerimanya”

“tidak bisakah aku menolaknya? Tidak bisakah jalan ini sesuai dengan keinginanku satu kali saja?”

“manusia memang seperti itu satu permintaan akan bisa menjadi puluhan permintaan”

Kaina nampak semakin berputus asa.

“namun tidak semua jalan lain itu buruk, kita hanya belum selesai melewatinya”

Kaina mulai paham dengan maksud dari penuturan Aksa. Aksa memang tidak mengetahui masalahnya, namun ia selalu bisa menenangkan Kaina dengan ucapannya yang menenangkan.

“Kaina?”

“iya aksa?”

“tadi kamu pulang bersama siapa?”

Pertanyaan aksa cukup membuat Kaina merasakan ketakutannya kembali.

“kenapa saya merasa laki-laki yang mengantar kamu pulang tadi cukup mencurigakan”